Jakarta memaksa kehendaknya, melanggar sejumlah peraturan yang dibuatnya sendiri untuk dilaksanakan di Papua. Tetapi Jakarta tidak menyadari kesalahannya, lalu memaksa Pemerintah Provinsi Papua membuat ini dan itu. Contoh kasus, pemaksanaan pelaksanaan INPRES NO.1 Tahun 2001 tentang Pemekaran Provinsi Boneka Irian Jaya Barat. Pemaksaan pelaksanaan PP No.77 tentang larangan simbol-simbol culture bangsa Papua. DUA PERATURAN INI JELAS MELANGGAR UU OTONOMI KHUSUS PAPUA BARAT. Dua contoh ini memberikan gambaran yang jelas kepada dunia Internasional dan kepada rakyat Papua bahwa kebijakan Jakarta itu adalah otoriter, kolonial, memaksakan kehendaknya sendiri kepada Pemerintah Provinsi Papua. Jelas bahwa pemerintah Papua dan rakyat ada di dalam jajahan pemerintah NKRI dan pelaksanaan pemerintahan di Papua bukan pemerintah daerah tetapi sesungguhnya adalah TNI/POLRI yang bertugas di Papua yang memang dikendalikan oleh Jakarta. Ibaratnya remot control itu ada di Jakarta. Tergantung channal mana yang dia putar maka di Papua akan eksien. Jika channal TNI maka pasti mereka akan melaksanakan apapun yang remote control itu mau. Demikian juga jika Jakarta membuka channal POLRI, INTELJEN, Barisan Merah Putih dan lain-lain. Di Papua pasti ada aksi dari kelompok-kelompok ini.
Dengan demikian, Pemerintah Provinsi Papua sendiri dihadapkan pada dua pilihan; Pertama, dia sebagai kaki tangan pemerintah NKRI dia harus tunduk kepada Jakarta apa yang Jakarta mau, dia harus melaksanakannya. Kedua, dia harus mendengar aspirasi masyarakat yang dia layani, karena sesungguhnya pemerintah Provinsi Papua ada oleh karena adanya rakyat Papua. Dari dua kekuatan besar ini, permerintah Provinsi berada pada posisi dilematis. Disatu sisi dia harus mendengar apa yang rakyat Papua mau tetapi disisi yang lain dia juga harus mendengar apa yang Jakarta mau dengan mengorbankan kepentingan rakyat Papua walaupun hati kecilnya berkata lain.
Sekarang Jakarta memaksakan untuk membuat perdasi dan perdasus menurut UU OTSUS. Namun Jakarta sudah melanggar semua ketentuan yang ada di dalam UU OTSUS. Apa gunanya pemerintah Provinsi, DPRD dan MRP dipaksa untuk membuat Perdasi dan Perdasus, untuk apa? Dan untuk siapa? Sebab toh nanti tidak berlaku, tidak berfungsi, tidak bermanfaat, tidak berguna bagi rakyat Papua? Jangan bikin habis energi dan tenaga yang dibuang tanpa ada hasil. Pemerintah Provinsi Papua, DPRD dan MRP telah menyampaikan seluruh aspirasih rakyat Papua tetapi semua aspirasi itu tidak pernah ditanggapi dengan arif dan bijaksana oleh Jakarta. Justru membuat kebijakan yang membuat pemerintah Papua dan rakyat Papua makan hati alias ditekan. Menurut saya pemerintah NKRI memang tidak serius mengurus orang Papua.
Sejak bergabung, sejak kami menikah memang kami tidak pernah berjanji untuk bersatu bersama, sehidup semati, sejak awal kami sudah minta cerai dengan Negara yang namanya NKRI tetapi toh NKRI dengan kekuatan tangan besi memaksa kami, mengintegrasikan diri kami ke dalam genggaman tangan NKRI dan menjadi pahlawan kesiangan, ternyata engkau sebenarnya ibarat buah kendodong yang kelihatan cantik di luarnya tetapi berduri di dalamnya. Sampai hari ini luka-luka itu tetap ada, malah luka-luka itu bertamba menjadi besar. Semoga luka-luka ini cepat mendapat pengobatan, semoga tidak terlalu lama.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar