Senin, 15 September 2008
EnamTahun Otonomi Khsus di Papua
Ekonomi Warga Lokal Berjalan Di Tempat
Begitul kinerja bangsa Kolonial, ia tidak pernah bermimpi untuk membangun bangsa Papua dengan hati yang tulus. Kecuali bangsa Papua mau merdeka dan lepas dari NKRI atau solusi lainnya perlu ditempu rakyat Papua agar bangkit dari
keterpurukan ekonomi yang dialami oleh mereka.
Dunia internasional dan sebagian rakyat Indonesia yang sangat peduli pada penderitaan bangsa Papua khususnya dalam bidang ekonomi selama ini hanya mengkritisi tentang kinerja Indonesia dan dunia internasional tentang penguasaan ekonomi Papua dari sumber daya alam (SDA) yang dimiliknya.
Seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Di mana Baik orang Indonesia dan masyarakat Internasional mendukung perjuangan rakyat Papua di satu sisi, dan di mana orang Indonesia dan masyarakat Internasional lainnya
berfikir untuk menguras kekayaan alamnya dan membunuh masyarakat Papua pada sisi yang lain.
Lalu dimana letak dua kekuatan itu? Kekuatan pendukung perjuangan rakyat Papua ada pada Gereja, NGOs, Universitas dan masyarakat akar rumput (Gracerood People) dan parlement se dunia sedangkan kekuatan lainnya yang menguras kekayaan alam dan membunuh rakyat Papua adalah Government, Military
dan Perusahaan Multinasional. Tetapi jika ke dua sisi mata uang ini bersatu dan bersepakat untuk mendukung perjuangan rakyat Papua maka pintu untuk kebebasan dan kemerdekaan rakyat Papua semakin terbuka untuk mencapai cita-cita menuju Papua baru sesuai dengan mimpi-mimpi rakyat Papua.
Atau sebaliknya jika kedua kekuatan itu bersatu untuk membunuh rakyat Papua dan menguras kekayaan alamnya, maka hal itu hanya menunggu waktu saja bahwa sejarah harus mencatat bahwa masyarakat kulit hitam seperti saudara-saudaranya di AFRIKA, di Timor Lorosae, di PNG, di Masyarakat kulit hitam Melanesia lainnya dan di Amerika pernah ada dan hidup di tanah Papua sejak mereka eksodus 4000 tahun yang lalu dari Irak, Mesopotamia bersamaan
waktu dengan ABRAHAM (nenek moyang bangsa Israel dan Bapak segala bangsa itu) ke tanah Kanaan atas Ijin Tuhan Allah dari Ur-Kasdim, Irak. Habis dibinasakan oleh bangsa???.? Bangsa ????..? Dengan kekuatan militer, atau
kekuatan lainnya.
Penguasaan ekonomi multi nasional tersebut, diantaranya adalah Pertambangan Emas dan Tembaga di Timika yang dikelola oleh PT.Freeport Indonesia, Ltd, milik perusahaan Amerika. BP di Manokwari milik Perusahaan Inggris.
Perusahaan Perminyakan dan Perusahaan Ikan di Sorong. Perusahaan Pabrik Kayu Lapis di Manokwari. Perusahaan Ikan di Biak. Perusahaan Kelapa Sawit di Manokwari dan Keerom. Ilegal Loging, dan lainnya. Semua sumber daya tersebut
terdapat di laut dan daratan Papua, yang diexplorasi oleh Indonesia dan dunia internasional.
Perusahaan ? perusahaan Multinasional yang memproduksi Kayu di Papua menurut Agus Sumule misalnya seperti : Perusahaan Kayu Lapis Indonesia 134.8433. Perusahaan Djayanti 70.2473. Perusahaan Barito Pasific Timber 36.4963.
Perusahaan Alas Kusuma 53.6663. Perusahaan Korindo 136.0243. Perusahaan Wapoga Mutiara Timber 57.5843. Perusahaan Hanurata 61.1053. Other Group 212.3573. Produksi kayu ini, dilakukan pada periode 1999/2000. Pendapatan Provinsi Papua dari Freefort Menurut Agus Sumule dari PT.Freepotr tahun 1997 dari berbagai jenis pendapatan dalam nilai Dolar antara lain: Royalti, $25,26. Sewa $0,21.Pajak Bumi dan Bangunan $2.07. Mineral Tipe C dan Air $0,50. Pajak Kendaraan $0,14. Pajak Orang Asing $0,004. Pada tahun 1991 misal PT.Freeport telah menggali emas dan Tembaga sebesar 222.000 Ore perhari dengan biaya yang sangat rendah. Perusahaan ini membayar pajak kepada Indonesia pada periode 1991-2001 sebesar $180 million pertahun.
Demikian hal dalam produksi-produksi dalam jenis usaha lainnya yang dikelola oleh perusahaan multinasional baik milik NKRI maupun milik dunia Internasional. Pesan yang mau disampaikan disini adalah bahwa ?hampir seluruh penulis internasional, nasional dan local menyoroti tentang kinerja
dari pada perusahaan-perusahaan besar tersebut. Kemudian mereka mulai menyoroti efek dari perusahaan itu yang mengarah pada perusahkan lingkungan hidup atau perusahaan itu tidak dapat meningkatkan derajat ekonomi orang
asli Papua.
Hal itu patut dihargai, dihormati sebagai suatu perjuangan yang dapat membongkar tirani atau kebobrokkan dari manusia-manusia yang katanya sudah maju status sosialnya tetapi kenyataannya mereka itu adalah manusia-manusia kanibal berkelas Modern.? Mereka sangat rakus, mereka dapat mengambil kekayaan alam itu seenaknya saja, dengan imbalan yang sangat rendah. Sepertinya dunia ini tidak adil, bagi orang asli Papua, pemilik ahli waris dari negeri ini.
Yang saya maksudkan Ekonomi akar rumput itu, adalah masyarakat internasional belum menyentuh ekonomi masyarakat asli Papua. Pergerakan ekonomi mereka dewasa ini berpusat pada hasil-hasil pertanian atau hasil-hasil bumi. Hasil
bumi yang dimaksudkan disini adalah mereka hanya mampu menjual Daun Singkong, Ubi Jalar, Singkong, Pinang, Kakung, Kacang Panjang, Jagung, buah pisang, buah pepayah, buah jeruk, alpokat, buah salak, hasil tangkapan ikan
laut, ikan air tawar, dan sejumlah komoditi pertanian lainnya. Produksi ini dilakukan dengan tenaga manusia.
Pemerintah tidak mempersiapkan mereka untuk menggunakan tekonologi modern yang dapat menghasilkan produk pertanian yang berjumlah besar dan berkontinuitas dan yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga orang asli
Papua.
Produksi padi di Merauke dapat kita lihat bahwa yang mengelolah pertanian pada di sana adalah orang-orang Jawa, Transmigrasi, bukan orang asli merauke. Jika orang asli merauke yang dipersiapkan sumber daya manusianya dan mengelolah pertanian padi tersebut, alangka indahnya.
Pemerintah juga belum maksimal dalam menyediakan pasar local, nasional dan internasional yang memadai untuk menjual komoditas produksi unggulan kepada konsumen local, nasional dan juga internasional.
Hasil produksi mereka, kalaupun mereka menghasilkan uang, uang itu tidak cukup untuk saving, tetapi hanya cukup untuk belanja barang-barang industri seperti garam, veksin, minyak goreng, beras dan lainnya untuk dikonsumi keluarga pada hari ini. Sedangkan untuk hari esak tidak tahu orang harus makan apa? Kondisi ini dialami oleh hampir sebagian masyarakat yang hidup di kota-kota besar seperti Jayapura, Sorong, Nabire, Biak, dan daerah lainnya.
Sedangkan masyarakt di dusun-dusun dan kampung-kampung mereka tidak memerlukan uang dan juga barang-barang produksi industri. Mereka cukup hidup pada hasil yang disediakan oleh alam dan hasil pengelolahan ekonomi secara tradisional. Karena uang maupun hasil produksi industri tidak beredar di kampung. Kalaupun beredar itu sifatnya hanya komplementer atau pelengkap
dari produk-produk alami yang disediak dan dikelola oleh alam.
Dalam laporan Pusat Statistik Provinsi Papua (BPS Provinsi Papua) pada tahun 2006, baru-baru ini pada media Lokal ?SUARA PEREMPUAN PAPUA? yang lalu misalnya mengeluarkan data-data tentang pertumbuhan ekonomi dan juga eksopor impor dengan Negara tujuan Jepang, Cina, Spanyol, dan Amerika Serikat. Hasil produksi sumber daya alam yang diekspor keluar negeri dan sebaliknya produk yang dimpor ke Papua itu untuk siapa? Untuk memperkaya siapa? Karena kenyataannya dilampangan membuktikan bahwa rakyat belum dapat mengelolah ekonomi yang berskala besar. Tidak ada satu orang Papua pun mempunyai CV, PT, Firma, Supermarket, Minimarrekt yang dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan Lokal, Nasional dan Multinasional milik orang Indonesia atau milik orang Asing yang beroperasi di Papua.
Ekonomi yang berbasisi industri saja masih dikelola oleh Orang Indonesia (Jawa, Kalimantan, Bali, Sumatera, Sulawesi dan Maluku) lalu di mana bagian orang Papua. Orang Papua hanya berkutat pada ekonomi pertanian, tetapi mereka tidak mengelolah ekonomi pertanian dalam skala yang besar dalam
artian kelompok, atau memiliki perushaan yang mengelola bidang usaha ini, tetapi mereka lebih condong bergerak dalam usaha perorangan pada bidang pertanian.
Jadi, sangat tidak masuk akal jikalau pemerintah dalam laoprannya mengatakan ada peningkatan ekonomi rakyat yang cukup signifikan di Papua, jika laporan itu benar maka pemerintah lebih melihat pada perekonomi orang pendatang bukan pada orang asli Papua. Sedang secara nasional perekonomian Papua secara nasional, Papua selalu berada pada posisi di atas Nusa Tenggara Timur, Nusatenggara Barat dan di bawah Provinsi-Provinsi di Kalimatan.
Pada Papua dapat menghasilkan sumber daya pertambangan, perminyakan, perkayuan, perikanan paling besar di Indonesia,
mungkin dapat mencapai Income PAD di bawah DKI Jakarta tetapi sayang, itu tidak pernah terjadi. Karena itu laporan-laporan pemerintah Papua itu perlu dibuktikan keapsahannya, peneliti-peneliti idependen baik dari universitas yang ada di Papua, Indonesia maupun tingkat dunia Internasional.
Ekonomi riil yang ada di Papua dewasa ini adalah mereka masih miskin di atas kekayaan alamnya sendiri. Dalam taraf hidunya mereka masih sangat rendah. Kesehatan mereka belum membaik, usia harapan hidup pada orang dewasa berkisar antara 20 ? 30 tahun saja. Kemudian HIV/AIDS meningkat tetapi sebenarnya peningkatan orang-orang yang kena penyakit ini terlalu dibesar-besarkan,, alias di proyekkan dan rumah mereka masih sangat sederhana.
Kemudian kemampuan intelektual orang Papua sudah cukup memadai tetapi modal usaha untuk mengelola sumber daya yang tersedia ini tidak pernah dilayani secara baik oleh pihak perbankan nasional swasta maupun meilik pemerintah dan pemerintah daerah yang beroperasi di seluruh tanah
Papua. Hal ini harus menjadi sorotan dunia Internasional.
Implentasi otonomi khusus perlu dipertanyakan. ABPD misalnya dibahas pada bulan January/peberuari tetapi pelaksanaan proyek baru dilakukan pada bulan November dan Desember, lalu kapan dilakukan pembangunan. Dalam 12 bulan itu apa saja yang dikerjakan. Anggaran yang diperuntukkan untuk 12 bulan itu dikemanakan? Apakah kembali ke kas Negara atau kemana? Kita tidak bisa, bermain-main disini.
Kata kunci dan pesan yang dapat kami sampaikan disini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi rakyat di Papua masih berjalan di tempat. Alias ekonomi akar rumput rakyat Papua belum sepenuhnya diangkat derayatnya untuk bersaing pada ekonomi industri, dengan kemampuan managerial yang baik. Begitul
kinerja bangsa Kolonial, ia tidak pernah bermimpi untuk membangun bangsa Papua dengan hati yang tulus. Kecuali bangsa Papua mau merdeka dan lepas dari NKRI atau solusi lainnya perlu ditempu rakyat Papua agar bangkit dari
keterpurukan ekonomi yang dialami oleh mereka.
Penulis: Pares L.Wenda, SE
Aktivis dan pemerhati Ekonomi Rakyat Papua
Ketua II Departemen Pemuda Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua Sekretaris Jendral Lembaga Masyarakat Pegunungan Tengah Papua.
http://www.melanesianews.org/kabar/publish/article_1407.shtml
http://jakarta.indymedia.org/newswire.php?language=id&results_offset=120
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Bagus kemampuan menulis mohon terus ditingkatkan, khusus pada masalah-masalah ekonomi di Papua.
Posting Komentar