Pendeta DR. Petrus Octavianus:
JAKARTA - Indonesia berjaya di tahun 2005 dan Indonesia negara adidaya di tahun 2030, begitu visi yang diyakini Pendeta DR Petrus Octavianus. Keyakinannya itu diungkapkan saat diskusi untuk peluncuran bukunya berjudul “Menuju Indonesia Jaya 2005-2030 dan Indonesia Adidaya 2030-2055” di ruang pertemuan Kantor Redaksi SH, Senin (9/8).
Sebagai seorang pelayan Tuhan “berkaliber” internasional, Pendeta Octavianus meyakini apa yang ia imani itu akan menjadi kenyataan. “Tuhan banyak memberikan visi kepada saya. Dan visi Tuhan itu selalu saya imani dan tidak pernah salah,” katanya.
Penjabaran tentang bagaimana Indonesia akan mencapai tahap digdaya akan dituangkannya dalam beberapa jilid buku yang akan diterbitkan segera. Buku berjudul “Menuju Indonesia Jaya 2005-2030 dan Indonesia Adidaya 2030-2055”adalah Jilid I. Pendeta Octavianus menyelesaikan buku ini hanya dalam 45 hari.
Peluncuran buku direncanakan akan dilangsungkan di Gran Melia pada Jumat (13/8). Pemilihan tanggal peluncuran ini menyambut Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus.
Pada 8 November nanti, rencananya Jilid II dari buku karya Pendeta Octavianus akan diluncurkan bertepatan dengan memperingati Hari Pahlawan.
Perjalanan Panjang
Rentang perjalanan pelayanan Pendeta Octavianus memang panjang. Dia adalah tokoh yang mendirikan Yayasan Institut Injil Indonesia pada tahun 1961 yang gedung megahnya sekarang berdiri tegak di Batu, Malang.
Saat itu pun, tak banyak orang yang percaya bahwa di tanah gersang dan hanya ada rumah berdinding gedeg tempat keluarga Octavianus tinggal dan melayani akan hadir sebuah yayasan Kristen yang memiliki cakupan pelayanan begitu luas seperti saat ini.
Sejak tahun 1968, pelayanan Pendeta Octavianus meluas hingga ke dunia internasional. Pendeta Octavianus memberitakan Injil di 76 negara baik kecil maupun besar.
Di Amerika Serikat, ia menjalin tali persahabatan dengan seorang tokoh pekabaran Injil tingkat dunia, Billy Graham. AS menjadi negara yang sangat akrab dalam kehidupan pelayanannya. Bahkan, dia termasuk segelintir orang di Indonesia yang mempunyai hotline dengan White House.
Sejak tahun 1987, Pendeta Octavianus selalu diundang menghadiri acara National Prayer Breakfast (NPB). NPB adalah suatu acara yang secara reguler diadakan pemerintah AS yang menghadirkan para tokoh politik dan rohaniawan. Sampai saat pemerintahan Presiden George W Bush pun, Pendeta Octavianus selalu diundang untuk duduk makan bersama dalam acara NPB itu.
Prediksi yang meyakini Pendeta Octavianus bahwa Indonesia pada tahun 2005 akan berjaya dan menjadi negara adidaya pada tahun 2030 memang banyak dipengaruhi oleh tulisan ahli ekonomi besar Philip Tose dan juga futurolog John Naisbitt.
Walaupun sedang dilanda krisis sejak Juni 1997, Indonesia memiliki beberapa titik balik yang membuka peluang bagi perkembangan yang lebih baik. Indonesia yang memiliki kekayaan alam terbesar nomor tiga dunia pernah diprediksi oleh Philip Tose pada tahun 1996 bahwa ada tahun 2020 Indonesia berpotensi untuk menjadi negara maju dan terkaya nomor lima di dunia, menyamai Prancis.
“Tapi perhitungan saya, karena ada resesi tahun 1997, Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2030,” katanya.
Moto Bhinneka Tunggal Ika diyakininya menjadi landasan yang kuat untuk menyatukan bangsa dan sama-sama bergerak maju menuju Indonesia yang adidaya. Yang terpenting, menurutnya, bangsa ini membutuhkan seorang manusia sentral untuk mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan.
Syarat utama memunculkan manusia sentral adalah pemilihan langsung presiden. Kemenangan yang diraih dari presiden terpilih otomatis akan menjadinya fokus perhatian setiap warga negara.
Kesentralan ini, diikuti dengan beberapa kriteria kepemimpinan, akan membawa Indonesia dalam prospek perputaran global. Dengan demikian, pembangunan ekonomi akan terjadi, politik stabil, dan kesejahteraan sosial merata. (SH/job palar)http://www.sinarharapan.co.id/berita/0408/10/nas04.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar